Hari kelima belas di bulan pertama tahun matahari, alias 15 Januari, merupakan tanggal bersejarah bagi komunitas dalam dua regional, yaitu bangsa Indonesia secara nasional, dan warga Samarinda secara lokal.
Bangsa Indonesia, terutama yang memperhatikan sejarah pergerakan kelompok akademis, mengenang 15 Januari 1974 sebagai satu di antara tonggak gerakan mahasiswa yang menimbulkan malapetaka. Peristiwa 41 tahun silam di Jakarta itu tercatat sebagai kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan seiring dengan aksi demonstrasi mahasiswa terhadap kedatangan Perdana Menteri Jepang, Tanaka Kakuei.
Terdapat beragam versi mengenai siapa sebenarnya yang bertanggung jawab atas tragedi yang dikenal dengan "Malari", singkatan dari Malapetaka Lima Belas Januari itu. Dakwaan terhadap Hariman Siregar, ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia kala itu, dianggap tidak terbukti sebagai dalang kerusuhan.
Versi lain menyebutkan, peristiwa mirip dengan kerusuhan 1998 itu diskenariokan oleh para tokoh militer yang terlibat konflik kepentingan antara Ali Moertopo dari pihak CSIS (lembaga pemikir Orde Baru) dan Jenderal Soemitro sebagai Pangkopkamtib.
Penulisan sejarah memang dinamis, sulit atau bahkan tidak bisa bersifat final, walaupun kejadiannya 'masih' puluhan tahun silam, apalagi yang ratusan tahun lalu, semisal sejarah berdirinya suatu kota. Interpretasi sejarah secara objektif kadang sulit terjadi karena minimnya penulis yang bisa menjaga netralitasnya.
Sementara itu, hari bersejarah 15 Januari bagi warga Samarinda merujuk pada peristiwa 69 tahun silam, tepatnya tahun 1947. Ketika itu, para pejuang yang tergabung dalam Badan Pemberontakan Rakyat Indonesia (BPRI) melakukan penyerangan ke kompleks pemukiman pegawai kesyahbandaran Belanda di kawasan Teluk Lerong, Samarinda. Riwayat ini versi H.M. Djunadi Sanusie dkk dalam sebuah buku terbitan 1984.
TEPIAN TV, media televisi lokal Samarinda, mewawancarai kami di kawasan ini untuk menjelaskan beberapa hal terkait peristiwa bersejarah tersebut. Dideskripsikanlah peristiwa itu termasuk latar belakang mengapa setelah dua tahun proklamasi RI 1945, 'baru' ada perjuangan bersenjata di Samarinda.
Kronologi pergerakan kebangsaan dan perjuangan rakyat Samarinda melawan kolonialisme secara tertulis bisa dibaca pada buku "Samarinda Bahari, Sejarah 7 Zaman Daerah Samarinda".
Di lokasi ini terdapat tugu palagan pertempuran tersebut, yang diresmikan pada 10 November 1991. Pada 30 Januari 2015, kondisi tugu tertutup oleh semak belukar, lantas dibersihkan oleh Fajar Alam, admin Samarinda Bahari.
Dua bulan kemudian, tepatnya 17 Maret 2015, muncul pemberitaan di media massa bahwa veteran Kaltim mengecam perihal tak terurusnya tugu tersebut, termasuk pemagaran tugu dengan seng oleh sebuah perusahaan. Sesudahnya, kawasan yang berseberangan dengan Taman TLG (Teluk Lerong Garden) itu kini sudah lumayan bersih dari rerumputan liar dan menarik minat masyarakat atau kelompok tertentu untuk berfotografi di sana.
Penulis: Muhammad Sarip
Penulis: Muhammad Sarip
Tidak ada komentar:
Posting Komentar