Selasa, 19 Januari 2016

Biografi Singkat Atje Voorstad alias Aminah Sjoekoer

Ibu Aminah Syukur, yang terlahir dengan nama Atje Voorstad pada hari ini 115 tahun yang lalu, adalah seorang tokoh pendidikan Kota Samarinda.
Terima kasih atas jasa dan dedikasi Ibu Aminah Syukur dalam mengembangkan pendidikan awal di Kota Samarinda.
Sepanjang hidup Ibu Aminah di Samarinda, beliau aktif mengajar baik di sekolah formal seperti SD Negeri Sungai Pinang (sekarang SDN di Jl. Imam Bonjol), SD Permandian (sekarang SD Negeri berlokasi dekat kantor pusat PDAM), Sekolah Kepandaian Puteri (SKP), dan sebagai seorang guru privat. Selain mendatangi murid-murid dari rumah ke rumah, beliau juga menerima murid-murid untuk belajar di rumahnya di seputaran Jl. Diponegoro Samarinda. 
Di antara murid beliau adalah
Ibu. Hj. Lasiah Sabirin, aktivis organisasi Aisyiah dan perintis Badan Kerjasama Organisasi Wanita kota Samarinda dan Ibu Hj. Jumantan Hasyim, seorang tokoh aktivis wanita di kota Samarinda yang pada jamannya dikenal sebagai orator ulung dan isteri dari mantan Walikota Samarinda Bp. Anang Hasyim. Ibu Hj. Lasiah belajar bahasa Belanda dengan Ibu Aminah, sedangkan Ibu Hj. Jumantan adalah murid Ibu Aminah di Meisje School (Sekolah Kepandaian Puteri).

Ibu Aminah berperawakan tinggi semampai dengan postur tubuh yang tegap. Berhidung mancung, berkulit putih, dan rambut yang gelombang. Kesehariannya beliau sering ber-‘tapih kurung’, berkebaya dengan pilihan warna lembut dan seringnya warna putih menjadi kesukaan beliau. Rambut beliau yang panjang dikuncir dan kunciran ini kemudian digelung. Beliau memakai tas wanita berwarna hitam yang seringnya beliau kepit di lengan.

Beliau selalu tampak sehat. Meskipun di Samarinda sudah ada becak sebagai transportasi umum, beliau tetap memilih berjalan kaki dari satu rumah ke rumah lain untuk mengajar privat bagi anak-anak murid beliau.
Dalam ingatan Hj. Lasiah Sabirin yang pernah diajar oleh Ibu Aminah, beliau sebagai seorang guru adalah guru dengan pribadi yang sangat lembut keibuan. Dalam ingatan ibu saya, beliau adalah pribadi yang ramah dalam bergaul karena senang menyapa. Dalam ingatan anak-anak Hariatimereka menyebut Aminah ‘Nenek Belanda’beliau disiplin dan tegas. "Kami rancak takutan mun Nenek Belanda datang, takut dihukum".
Sebelum Aminah meninggalkan Samarinda, beliau berpamitan dengan seluruh kenalan beliau di Samarinda.
Beliau wafat pada tanggal 3 Maret 1968 pada usia 67 tahun. Dua tahun setelah beliau dikebumikan di Jakarta, putera beliau kemudian memindahkan makam Ibu Aminah ke Samarinda. Walikota Kadrie Oening mendengar bahwa jasad Ibu Aminah sedang dalam perjalanan ke Samarinda, beliau yang rupanya pernah menjadi murid Ibu Aminah, mengupayakan agar Ibu Aminah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Samarinda. Jasad Ibu Aminah pun kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional di Samarinda dengan upacara layaknya seorang pahlawan, bertepatan dengan upacara peringatan hari Kartini tanggal 21 April.

Penulis: Ellie Hasan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda