Jumat, 05 Mei 2017

Buku Sejarah Loa Kulu

Kejayaan & Keruntuhan Kota Tambang Kolonial  
di Tanah Kutai 1888–1970

Loa Kulu adalah potret sebuah kawasan di ujung timur Pulau Kalimantan yang pernah mengalami fase kejayaan di era kolonial sebagai kota industri yang modern nan riuh-pikuk. Kota ini pernah berperan penting dalam geliat ekonomi Kesultanan Kutai Kartanegara.
Kejayaan masa lalu Loa Kulu sebagai kawasan masyarakat industri ditopang oleh sejumlah potensi sumber daya alam khususnya batu bara yang berkualitas baik. Loa Kulu pada masa itu juga menjadi satu dari sumber pendapatan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda lewat perusahaan Oost-Borneo Maatschappij (OBM).
Pelbagai bangunan dan peninggalan bersejarah lain di Loa Kulu masih dapat ditelusuri hingga kini. Beberapa di antaranya bahkan menjadi saksi kelam pembantaian massal yang dilakukan pada masa pendudukan Jepang di Kalimantan Timur. Ada pula beberapa tinggalan arsitektur nan antik yang pernah menjadi penanda peradaban kapitalistik di kota tepi Sungai Mahakam ini.
Kini, Loa Kulu adalah satu dari kota kecamatan kecil di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Setiap hari mungkin ada ratusan atau ribuan arus manusia yang berlalu-lalang melewati bangunan Magazijn yang mulai lapuk. Beberapa yang tersisa dari kejayaan masa lalu adalah kesadaran pembelajaran bagi generasi penerus beserta potensi-potensi tersembunyi yang sangat mungkin untuk digali.
Untuk itulah buku ini ditulis.
(Narasi di sampul belakang buku oleh Muhammad Sarip dengan penyempurnaan redaksi oleh Agus Ferdinand)
***
DETAIL BUKU

Judul: Sejarah Loa Kulu Kejayaan & Keruntuhan Kota Tambang Kolonial di Tanah Kutai 1888–1970
Penulis: Fajar Alam
Editor: Muhammad Sarip
Desain sampul: Agus Ferdinand
Isi: xiv + 128 halaman (total 142 halaman)
Sampul: art paper laminasi doff
Ukuran: 14 X 20 cm
Penerbit: RV Pustaka Horizon bekerja sama dengan Komunitas Samarinda Bahari
Cetakan pertama: Mei 2017
ISBN: 978-602-61358-2-7
Harga: Rp50.000,-

PENJUALAN
Buku bisa dibeli di SamarindaMart.id.

Penulis: Arief Rahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda