Sabtu, 03 Maret 2018

Peluncuran dan Diskusi Buku Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara


 Buku Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara diluncurkan secara resmi dalam sebuah acara "Peluncuran dan Diskusi Buku" di Aula Kampus FKIP Universitas Mulawarman, Sabtu, 3 Maret 2018. Kegiatan berskala akademik ini diselenggarakan oleh institusi Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman, dengan dukungan Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HMPS), Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari, (Lasaloka-KSB), Penerbit RV Pustaka Horizon, dan Kaltim TV (MNC Group).

Acara ini dihadiri oleh para akademisi/dosen FKIP dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unmul serta mahasiswa Pendidikan Sejarah dari seluruh angkatan dan masyarakat umum. Khalayak yang datang berasal dari peminat sejarah lokal, pegiat literasi, pemerhati budaya, aktivis lingkungan, jurnalis media massa, dan lain-lain.

Peluncuran dan Diskusi Buku dibuka oleh Wakil Dekan III FKIP Unmul Bidang Kemahasiswaan, Dr. H. Masrur Yahya, M.Hum. Sementara itu, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah, Dr. Jamil, S.Pd., M.AP., dalam sambutannya menyatakan pentingnya mahasiswa Pendidikan Sejarah mendapatkan pengetahuan dan wawasan dari para pegiat sejarah lokal.


Selanjutnya, tampil sebagai pembicara yang menyampaikan pandangannya mengenai buku tersebut ialah Tisna Arif dan Aksan Al Bimawi. Tisna Arif merupakan pemerhati sejarah Kutai sekaligus Ketua Unit Kerja Penyelamatan dan Pengamanan Cagar Budaya BPCB Kaltim. Adapun Aksan Al Bimawi merupakan dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unmul. Diskusi dipandu oleh Astrini Eka Putri, M.Pd., dosen Pendidikan Sejarah FKIP Unmul.

Buku mengenai kerajaan yang berawal di Kutai Lama tahun 1300 Masehi ini diberi kata sambutan oleh Drs. H.M. Asli Amin dan dan diberi kata pengantar oleh Prof. Peter Kasenda. Asli Amin merupakan peneliti lokal pertama yang menyusun karya tulis mengenai sejarah Kerajaan Kutai Kertanegara dengan metode ilmiah penelitian sejarah pada 1968. Usai purnabakti sebagai PNS, mantan Kepala Bappeda Kaltim berusia 77 tahun ini menjadi Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Cabang Kaltim. Adapun Peter Kasenda adalah sejarawan nasional yang banyak menerbitkan tulisan dan buku-buku sejarah sejak 1986.

Buku setebal 336 halaman ini menjawab banyak persoalan, di antaranya perbandingan naskah kuno Salasilah Kutai dengan Kitab Negarakretagama dan Hikayat Banjar. Kemudian, terdapat ulasan perbedaan naskah Salasilah Kutaiyang diteliti Tromp, Mees, Kern, dengan buku berjudul Salasilah Kutaikarangan D. Adham.

Siapakah sebenarnya Aji Batara Agung Dewa Sakti, sang pendiri dinasti Kutai Kertanegara? Siapakah Putri Karang Melenu yang dihikayatkan muncul dari buih Sungai Mahakam? Benarkah asal usul nama Kutai berasal dari Tiongkok? Bagaimana silsilah para raja Kutai Kertanegara? Buku ini menguraikan ulasannya.


Selanjutnya, terdapat beberapa versi mengenai periodisasi raja yang berkuasa di Kerajaan Kutai Kertanegara. Menurut Kementerian Penerangan RI (1953), tahun berdirinya kerajaan yang mula-mula berpusat di Jaitan Layar ini adalah 1300. Sedangkan Eisenberger berpendapat bahwa raja pertama mulai bertakhta pada tahun 1380. Buku ini membahas penetapan periode mana yang lebih tepat.

Buku yang dicetak di kertas bookpaper ini juga menguraikan hubungan lintas lokal Kerajaan Kutai Kertanegara dengan Bengalon, Tunjung, Kutai Martapura, dan Pasir. Secara khusus dianalisis relasi Kerajaan Kutai Kertanegara dalam Negara Nusantara Majapahit. Begitu pula dengan status vasal Kutai dengan Kerajaan Banjar dan penetrasi Banjar dalam sosial-budaya di Kutai serta andil Kutai dalam Perang Banjar. Tak luput, riwayat kedatangan Bugis di Kutai menurut catatan intern Kutai juga diungkap dalam buku ini.

Pembahasan lain adalah proses awal Islamisasi di Kutai. Banyak tulisan di buku dan internet mengisahkan pengislaman Raja Kutai dengan mitos adu kesaktian antara raja dengan Tuan Tunggang Parangan. Kisah ini memang bersumber dari Salasilah Kutai, tetapi perlu dilakukan interpretasi rasional supaya menjadi narasi sejarah yang valid.

Kemudian, buku ini menguraikan riwayat agresi milter Kutai Kertanegara ke Muara Kaman, alasan pemindahan ibu kota Kutai Kertanegara dari Kutai Lama ke Jembayan lalu ke Tenggarong, serta usaha VOC berhubungan dengan Raja Kutai. Demikian pula tentang penetrasi Hindia Belanda di Kutai.

Asal usul nama Tenggarong versi mainstream “tangga arung” pun ternyata bukan versi tunggal. Ada beberapa versi lain yang mengindikasikan bahwa nama Tenggarong berasal dari kosakata lokal.

Mengapa dan bagaimana perlawanan rakyat di Kutai terhadap Belanda pasca Proklamasi RI 1945? Mengapa Kongres Rakyat Kaltim menuntut pembubaran Kesultanan Kutai? Dua bahasan ini diuraikan cukup panjang dan mendetail, termasuk tragedi yang menimpa mantan Sultan Parikesit dan para bangsawan Kutai pada masa Dwikora.

Konklusi buku yang memuat lebih dari empat puluh foto ini menyimpulkan tentang mengapa dan bagaimana Kerajaan Kutai Kertanegara bisa langgeng hingga 660 tahun. Hal ini termasuk uraian penyebab keruntuhannya.

***
Identitas Buku

Judul: Dari Jaitan Layar sampai Tepian Pandan Sejarah Tujuh Abad Kerajaan Kutai Kertanegara
Penulis: Muhammad Sarip
ISBN: 978-602-5431-15-9
Desainer sampul: Agus Ferdinand
Layouter: Ran Hilman
Tebal: xxx + 308 hlm. (total 338 hlm.)
Ukuran: 14,5 x 21 cm
Sampul: Art paper laminasi doff
Kertas isi: Bookpaper (kertas warna krim)
Penerbit: RV Pustaka Horizon bekerja sama dengan Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari
Harga: Rp75.000,-
Lapak: SamarindaMart.id Diskominfo Samarinda


Penulis: Arief Rahman

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda