Sabtu, 02 Juni 2018

Notula Seminar dan Bedah Buku Moeis Hassan

Deskripsi Umum
Kota Samarinda dan wilayah Kalimantan Timur masa kini merupakan bagian integral dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses integrasi itu dalam sejarahnya tidaklah berlangsung secara mudah atau dalam alur yang datar. Ada gejolak, konflik, gerakan diplomasi politik, dan gerakan bersenjata di dalamnya setelah Proklamasi Sukarno-Hatta 17 Agustus 1945. Republik Indonesia yang baru berdiri masih lemah, sementara NICA Belanda kembali menduduki Nusantara termasuk Kaltim. Namun, para pemuda dan orang tua masyarakat Samarinda dari kalangan yang pernah bersekolah, sudah mempunyai rasa nasionalisme ke-Indonesia-an yang dipupuk sejak masa pergerakan nasional. Mereka berpendirian untuk mendukung RI daripada menjadi pengabdi imperialis Belanda.

Sikap rakyat Samarinda yang mendukung RI mendapat hambatan, tantangan, dan ancaman dari NICA yang memiliki aparat sipil, kepolisian, dan militer. Kondisi ini terjadi selama empat tahun sejak 1945 hingga 1949. Pada situasi inilah terlihat siapa yang konsisten berada dalam jalur perjuangan pro-RI, siapa yang pasang-surut dalam membela RI, dan siapa yang memang pro-Belanda secara jelas. Perjuangan membela RI sebenarnya tidak mengenakkan karena pemerintahan Belanda lebih memiliki kekuatan (power) untuk menekan dan meneror para pejuang. Hal ini berbeda dengan pihak yang mendukung Belanda terutama pada 1947 mengikuti arahan Letnan Gubernur Jenderal Hubertus Johannes van Mook untuk membentuk Federasi Kalimantan Timur sebagai satuan Negara Kalimantan. Para pejuang harus mengorbankan tenaga, materi, fisik, dan mental sedangkan yang mematuhi perintah Van Mook niscaya berkehidupan tenang, nyaman, dan berpenghasilan dari gaji yang dibayarkan Belanda.
Satu dari pejuang yang bergerak dalam jalur diplomasi politik di Samarinda adalah Abdoel Moeis Hassan. Pemuda yang berusia 21 tahun ketika Kemerdekaan Negara Indonesia diproklamasikan 1945 itu turut serta dalam usaha Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI). Kemudian, ia berinisiatif mendirikan cabang dari partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) di Samarinda. Gerakan politik yang diikutinya konsisten dalam menyokong perjuangan kelompok pemuda yang berkiprah di jalur fisik, sama-sama tegas tidak kooperatif dengan Belanda. Moeis Hassan menolak bekerja sama dengan Pemerintah Belanda. Ia pun dipilih sebagai ketua Front Nasional, sebuah koalisi atau gabungan organisasi politik di Kaltim yang menentang pendudukan Belanda di Kaltim.
Dengan menempati markas perjuangan di Gedung Nasional, Moeis Hassan tampil sebagai agitator, propagandis, dan pejuang yang senantiasa menyuarakan keberpihakan kepada RI dan menentang penjajahan. Murid Aminah Syukur dan Abdoel Moetalib Sangadji sejak masa pergerakan nasional itu menjadi tokoh sentral dan strategis dalam gerakan diplomasi rakyat Samarinda dan Kaltim. Proses integrasi Kaltim dari RIS ke wilayah RI dimulai dengan tuntutan Front Nasional yang diketuai Moeis Hassan. Demikian pula, berdirinya Provinsi Kaltim diawali dengan Kongres Rakyat Kaltim yang digagas Moeis Hassan. Pada masa revolusi Demokrasi Terpimpin, Moeis Hassan juga berperan strategis dalam menjaga keseimbangan situasi politik daerah akibat seruan Dwikora dan gerakan Ganyang Malaysia. Penyelamatan keraton Kutai Kertanegara di Tenggarong dari pembakaran massa yang diperintahkan Panglima Kodam IX Mulawarman merupakan jasa besar Moeis Hassan bagi terpeliharanya warisan sejarah dan budaya Kutai.

NOTULA SEMINAR DAN BEDAH BUKU
MENGUNGKAP PERAN SENTRAL MOEIS HASSAN
DALAM SEJARAH PERJUANGAN DAN REVOLUSI
DI KALIMANTAN TIMUR

Pemateri Pertama: Muhammad Sarip
Profil: Penulis Sejarah Lokal & Pengurus Lembaga Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB)
Sub-bahasan: Historiografi Kepahlawanan Tokoh Lokal di Kalimantan Timur: Antara Mitos dan Fakta
Pemateri menerangkan tentang tokoh Moeis yang “tertukar” dan terlupakan. Abdoel Moeis Hassan adalah seorang Republiken sedangkan I.A. Moeis termasuk peserta BFC (Konferensi Federal Bandung) yang digagas Letnan Gubernur Jenderal H.J. van Mook. Namun, I.A. Moeis lebih populer karena adanya sebuah Rumah Sakit Umum Daerah yang dinamai I.A. Moeis. Diuraikan pula riwayat pengusulan calon Pahlawan Nasional dari Kaltim melalui usaha Pemda Kaltim tahun 1999. Ketika itu ada tiga nama yang diusulkan, yakni Awang Long Senopati, Sultan Aji Muhammad Idris, dan Raja Alam. Tetapi, semuanya ditolak oleh pemerintah pusat karena tidak memenuhi kriteria seperti masalah sumber sejarah dan skala perjuangan. Maka, Kaltim perlu mengajukan calon Pahlawan Nasional dengan kualifikasi yang benar-benar layak.

Pemateri Kedua: Mohammad Asli Amin
Profil: Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Kalimantan Timur dan sesepuh Kaltim (77 tahun)
Sub-bahasan: Sejarah Perjuangan Kaum Republiken di Kalimantan Timur
Pemateri mengenal Moeis Hassan secara personal ketika menjadi pegawai di Kantor Gubernur. Pemateri menilai Moeis Hassan layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional dari Kaltim karena jasa dan perjuangannya. Pemateri juga mendukung usulan calon Pahlawan Nasional bagi Moeis Hassan.



Pemateri Ketiga: Slamet Diyono
Profil: Kepala Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kota Samarinda dan Dosen Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Mulawarman
Sub-bahasan: Urgensi, Prosedur, dan Peluang Kaltim Memiliki Pahlawan Nasional
Pemateri menyatakan pentingnya sejarah. Jika lupa dengan sejarah, maka akan melupakan kebudayaan. Melupakan kebudayaan akan berakibat negatif bagi perencanaan Indonesia ke depan. Mengenai buku Moeis Hassan, pemateri membedahnya secara intensif dengan memberikan catatan dan koreksi, yang diharapkan dapat direvisi dalam cetakan selanjutnya. Prosedur pengajuan usulan gelar Pahlawan Nasional memang tidak mudah. Akan tetapi, peluang Kaltim memiliki Pahlawan Nasional terbuka lebar. Hal ini harus didukung oleh masyarakat secara luas. Fakta-fakta perjuangan yang diungkapkan dalam buku, menguatkan pengusulan Moeis Hassan sebagai Pahlawan Nasional. Dinas Kebudayaan Kota Samarinda siap memberikan rekomendasi bagi pengusulan tersebut.

Pemateri Keempat: Suparmin
Profil: Kepala Bidang Aplikasi dan Layanan E-Government Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda
Sub-bahasan: Spirit Perjuangan Tokoh Lokal guna Memperkaya Kearifan Lokal dan Memperkokoh Nasionalisme
Pemateri memaparkan kondisi sosial kekinian yang memerlukan pembahasan mengenai isu lokal. Satu di antara isu lokal itu ialah status Kaltim yang hingga sekarang belum mempunyai seorang pun Pahlawan Nasional. Samarinda menuju kota cerdas (smart city) tidak cukup hanya melalui penerapan teknologi informasi, tapi juga harus memasukkan unsur kearifan lokal. Keterlibatan Dinas Kominfo dalam promosi kearifan lokal dan brand (simbol) lokal sangat besar. Moeis Hassan bisa ditetapkan sebagai satu dari brand (simbol) tokoh lokal yang berjasa bagi Kota Samarinda.

Samarinda, 2 Juni 2018


Nabila Nandini
Notulen
_________________
Penulis: Nabila Nandini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda