Deskripsi Umum
Kota
Samarinda dan wilayah Kalimantan Timur masa kini merupakan bagian integral dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses integrasi itu dalam sejarahnya
tidaklah berlangsung secara mudah atau dalam alur yang datar. Ada gejolak,
konflik, gerakan diplomasi politik, dan gerakan bersenjata di dalamnya setelah
Proklamasi Sukarno-Hatta 17 Agustus 1945. Republik Indonesia yang baru
berdiri masih lemah, sementara NICA Belanda kembali menduduki Nusantara termasuk Kaltim.
Namun, para pemuda dan orang tua masyarakat Samarinda dari kalangan yang pernah
bersekolah, sudah mempunyai rasa nasionalisme ke-Indonesia-an yang dipupuk
sejak masa pergerakan nasional. Mereka berpendirian untuk mendukung RI daripada
menjadi pengabdi imperialis Belanda.
Sikap
rakyat Samarinda yang mendukung RI mendapat hambatan,
tantangan, dan ancaman dari NICA yang memiliki aparat sipil, kepolisian, dan
militer. Kondisi ini terjadi selama empat tahun sejak 1945 hingga 1949. Pada
situasi inilah terlihat siapa yang konsisten berada dalam jalur perjuangan
pro-RI, siapa yang pasang-surut dalam membela RI, dan siapa yang memang
pro-Belanda secara jelas. Perjuangan membela RI sebenarnya
tidak mengenakkan karena pemerintahan Belanda lebih memiliki kekuatan (power)
untuk menekan dan meneror para pejuang. Hal ini berbeda dengan pihak yang
mendukung Belanda terutama pada 1947 mengikuti arahan Letnan Gubernur Jenderal
Hubertus Johannes van Mook untuk membentuk Federasi Kalimantan Timur sebagai satuan Negara Kalimantan. Para pejuang
harus mengorbankan tenaga, materi, fisik, dan mental sedangkan yang mematuhi
perintah Van Mook niscaya berkehidupan tenang, nyaman, dan berpenghasilan dari
gaji yang dibayarkan Belanda.
Satu
dari pejuang yang bergerak dalam jalur diplomasi politik di Samarinda adalah Abdoel Moeis Hassan. Pemuda yang berusia
21 tahun ketika Kemerdekaan Negara Indonesia diproklamasikan 1945 itu turut
serta dalam usaha Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI). Kemudian, ia berinisiatif mendirikan cabang
dari partai lokal Ikatan Nasional Indonesia (INI) di Samarinda. Gerakan politik
yang diikutinya konsisten dalam menyokong perjuangan kelompok pemuda yang
berkiprah di jalur fisik, sama-sama tegas tidak kooperatif dengan Belanda. Moeis Hassan menolak bekerja sama dengan Pemerintah
Belanda. Ia pun dipilih sebagai ketua Front Nasional, sebuah koalisi atau
gabungan organisasi politik di Kaltim yang menentang pendudukan Belanda di
Kaltim.
Dengan menempati markas perjuangan di Gedung
Nasional, Moeis Hassan tampil
sebagai agitator, propagandis, dan pejuang yang senantiasa menyuarakan
keberpihakan kepada RI dan menentang penjajahan. Murid Aminah Syukur dan Abdoel
Moetalib Sangadji sejak masa pergerakan nasional itu
menjadi tokoh sentral dan strategis dalam gerakan diplomasi rakyat Samarinda dan
Kaltim. Proses integrasi Kaltim dari RIS ke wilayah RI dimulai dengan tuntutan
Front Nasional yang diketuai Moeis Hassan. Demikian pula, berdirinya Provinsi Kaltim
diawali dengan Kongres Rakyat Kaltim yang digagas Moeis Hassan. Pada masa revolusi Demokrasi Terpimpin,
Moeis Hassan juga
berperan strategis dalam menjaga keseimbangan situasi politik daerah akibat
seruan Dwikora dan
gerakan Ganyang Malaysia. Penyelamatan keraton Kutai Kertanegara di
Tenggarong dari
pembakaran massa yang diperintahkan Panglima Kodam IX Mulawarman merupakan jasa
besar Moeis Hassan bagi
terpeliharanya warisan sejarah dan budaya Kutai.
NOTULA SEMINAR DAN BEDAH BUKU
MENGUNGKAP PERAN SENTRAL MOEIS HASSAN
DALAM SEJARAH PERJUANGAN DAN REVOLUSI
DI KALIMANTAN
TIMUR
Pemateri Pertama: Muhammad Sarip
Profil: Penulis Sejarah Lokal & Pengurus Lembaga
Studi Sejarah Lokal Komunitas Samarinda Bahari (Lasaloka-KSB)
Sub-bahasan: Historiografi Kepahlawanan Tokoh Lokal di
Kalimantan Timur: Antara Mitos dan Fakta
Pemateri Kedua: Mohammad Asli Amin
Profil: Ketua
Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Kalimantan Timur dan sesepuh Kaltim (77
tahun)
Sub-bahasan: Sejarah Perjuangan Kaum Republiken di
Kalimantan Timur
Pemateri Ketiga: Slamet Diyono
Profil: Kepala
Bidang Sejarah Dinas Kebudayaan Kota Samarinda dan Dosen Pendidikan Sejarah
FKIP Universitas Mulawarman
Sub-bahasan: Urgensi, Prosedur, dan Peluang Kaltim Memiliki
Pahlawan Nasional
Pemateri Keempat: Suparmin
Profil: Kepala
Bidang Aplikasi dan Layanan E-Government Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Samarinda
Sub-bahasan: Spirit Perjuangan Tokoh Lokal guna Memperkaya
Kearifan Lokal dan Memperkokoh Nasionalisme
Nabila Nandini
Notulen
_________________
Penulis: Nabila Nandini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar