Tak cukup dengan belajar teori sejarah di ruang perkuliahan, para mahasiswa melakukan “Study and Travelling” ke situs bersejarah di Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, pada Sabtu (22/9). Perjalanan mereka dikoordinasi oleh Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HMPS) FKIP Universitas Mulawarman.
Penelusuran bangunan dan tempat bersejarah di bekas kota tua ini dipandu oleh Supriyanto, seorang peneliti Loa Kulu yang direkomendasikan oleh Fajar Alam, penulis buku Sejarah Loa Kulu Kejayaan & Keruntuhan Kota Tambang Kolonial di Tanah Kutai 1888–1970.
Loa Kulu merupakan bagian dari sejarah pertambangan batu bara di Nusantara yang pernah dimanfaatkan Pemerintah Hindia Belanda tempo dulu untuk memenuhi kebutuhan energi. Jejak peninggalan Belanda dalam kegiatan penambangan itu berupa bekas lubang gali, bangunan perkantoran, bangunan permukiman (mes kerja, tempat tinggal), sekolah ataupun bangunan dan peralatan lain yang telah ada pada masa kegiatan penambangan dan masih bisa dilihat saat ini.
Situs pertama yang dikunjungi adalah Magazijn. Dalam risetnya, Fajar Alam mengungkap bahwa bangunan ini Magazijn pada awalnya digunakan untuk kantor OBM (Oost Borneo Maatschappij) dan selanjutnya digunakan sebagai Kantor Penerangan.
Kunjungan berikutnya adalah bekas gudang lampu peninggalan Belanda, lubang sisa penambangan batu bara, rumah sakit peninggalan Belanda, Balai pertemuan Indonesia (BPI), Tugu Pembantaian Jepang, Pasar Belanda, dan situs lainnya.
Ketua HMPS FKIP Unmul Yeremia Ledi menyatakan, “Sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan terhadap situs sejarah lokal, maka sekurang-kurangnya kontribusi dalam merawat dan melestarikan namun setidaknya masih bisa memperdalam dan mensosialisasikan peninggalan-peninggalan bersejarah.”
Mahasiswa yang akrab disapa Ledi ini melanjutkan, Study and Travelling merupakan program rutin Himpunan Mahasiswa Pendidikan Sejarah (HMPS) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unmul. Kegiatan ini berupa jalan-jalan yang diiringi dengan belajar, khususnya untuk mengenal dan mendalami sejarah lokal yang ada melalui studi lapangan dengan mengunjungi situs jejak peninggalan bersejarah.
“Kegiatan ini bukan hanya sekedar berjalan-jalan biasa. Semoga kegiatan Study and Travelling HMPS ini menjadi bentuk kepedulian untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan sejarah lokal dan bisa diikuti oleh generasi muda lainnya.” Pungkas Ledi.
Penulis: Arief Rahman
Artikel terkait:
Penelusuran bangunan dan tempat bersejarah di bekas kota tua ini dipandu oleh Supriyanto, seorang peneliti Loa Kulu yang direkomendasikan oleh Fajar Alam, penulis buku Sejarah Loa Kulu Kejayaan & Keruntuhan Kota Tambang Kolonial di Tanah Kutai 1888–1970.
Loa Kulu merupakan bagian dari sejarah pertambangan batu bara di Nusantara yang pernah dimanfaatkan Pemerintah Hindia Belanda tempo dulu untuk memenuhi kebutuhan energi. Jejak peninggalan Belanda dalam kegiatan penambangan itu berupa bekas lubang gali, bangunan perkantoran, bangunan permukiman (mes kerja, tempat tinggal), sekolah ataupun bangunan dan peralatan lain yang telah ada pada masa kegiatan penambangan dan masih bisa dilihat saat ini.
Situs pertama yang dikunjungi adalah Magazijn. Dalam risetnya, Fajar Alam mengungkap bahwa bangunan ini Magazijn pada awalnya digunakan untuk kantor OBM (Oost Borneo Maatschappij) dan selanjutnya digunakan sebagai Kantor Penerangan.
Kunjungan berikutnya adalah bekas gudang lampu peninggalan Belanda, lubang sisa penambangan batu bara, rumah sakit peninggalan Belanda, Balai pertemuan Indonesia (BPI), Tugu Pembantaian Jepang, Pasar Belanda, dan situs lainnya.
Ketua HMPS FKIP Unmul Yeremia Ledi menyatakan, “Sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan terhadap situs sejarah lokal, maka sekurang-kurangnya kontribusi dalam merawat dan melestarikan namun setidaknya masih bisa memperdalam dan mensosialisasikan peninggalan-peninggalan bersejarah.”
Yeremia Ledi, Ketua HMPS FKIP Unmul |
“Kegiatan ini bukan hanya sekedar berjalan-jalan biasa. Semoga kegiatan Study and Travelling HMPS ini menjadi bentuk kepedulian untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya mempertahankan sejarah lokal dan bisa diikuti oleh generasi muda lainnya.” Pungkas Ledi.
Penulis: Arief Rahman
Artikel terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar