Jumat, 09 November 2018

Kronologi Riwayat Perjuangan Abdoel Moeis Hassan


1924: Lahir di Samarinda (2 Juni), dari ayah-ibu etnis Banjar kelahiran Samarinda.
1940: Dalam usia enam belas tahun mendirikan sekaligus mengetuai Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) sebagai organisasi kepemudaan di Samarinda yang menghimpun dan membangkitkan semangat kaum muda serta menanamkan kesadaran berbangsa, berbahasa, dan bertanah air Indonesia.

1942: Mendirikan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat di Samarinda bersama A.M. Sangadji.
1945: Bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia (P3KRI) untuk mewujudkan Proklamasi Negara Indonesia di Samarinda.
1946: Mendirikan Ikatan Nasional Indonesia (INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang pendudukan Belanda di Samarinda.
1947: Menjadi Ketua INI Cabang Samarinda dan Ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi Kaltim pembela RI (Republiken) dan menentang pemerintahan federasi bentukan Belanda.
1948: Mengikuti Kongres Gabungan Pemuda Indonesia Seluruh Kalimantan (Gappika) di Barabai (26–29 Maret). Menggagas pendirian Tugu Kebangunan Nasional di halaman Gedung Nasional (April). Meresmikan Tugu Kebangunan Nasional (22 Agustus).
1949: Menghadiri Konferensi Kebangsaan di Jakarta yang bertujuan mendorong percepatan penyelesaian konflik Indonesia-Belanda (7 Mei). Memimpin upacara peringatan Hari Jadi Angkatan Perang RI kali pertama di Samarinda di Gedung Nasional (5 Oktober). Memimpin upacara peringatan Hari Pahlawan kali pertama di Samarinda di halaman Gedung Nasional (10 November). Bersama Front Nasional menuntut Tentara Belanda (KL dan KNIL) dipersiapkan penarikannya dari seluruh Kaltim dan menyerahkan penjagaan keamanan kepada TNI (4 Desember). Menandatangani resolusi INI yang substansinya meminta kedatangan misi militer TNI di Kaltim dan penarikan tentara KNIL dari Kaltim (8 Desember). Menuntut Federasi Kalimantan Timur untuk keluar dari Republik Indonesia Serikat (RIS) dan bergabung kepada RI-Yogya (27 Desember).
1950: Berpidato di tanah lapang belakang Kantor Residen Kaltim, menuntut demokratisasi pemerintahan lokal dengan menghapus sistem feodalisme (23 Januari). Menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang Kaltim (Februari). Mendapat tugas dari Menteri Sosial RI yang berkedudukan di Yogyakarta untuk mempersiapkan berdirinya Kantor Sosial RI di Keresidenan Kaltim di Samarinda, dengan menjabat Kepala Kantor Sosial RI Keresidenan Kaltim (2 Mei). Berunding dengan Sultan Aji Muhammad Parikesit untuk menghapuskan swapraja Kutai (27 September). Mengadakan Kongres Rakyat Kalimantan Timur untuk mendesak penghapusan swapraja (pemerintahan feodal) di Kaltim (27–29 Oktober).
1954: Menggagas Kongres Rakyat Kaltim untuk menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat meningkat, yang dua tahun kemudian tuntutan ini dipenuhi dan 9 Januari 1957 Kaltim resmi berdiri sebagai provinsi.
1960: Mengikuti Musyawarah Besar I Angkatan 45 di Jakarta (Februari). Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) merangkap anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara/MPRS (Maret). Di DPR-GR menjabat Ketua Komisi D yang membidangi Departemen Pertanian dan Agraria, PU, Perindustrian Dasar dan Pertambangan, Perindustrian Ringan dan Distribusi. Kemudian menjabat Ketua Komisi Gabungan di DPR Gotong Royong yang bertugas menyelesaikan RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan RUU Pokok Agraria.
1962: Ditetapkan oleh Presiden Sukarno sebagai Gubernur Kalimantan Timur berdasarkan hasil pemilihan di DPRD Kaltim dan rekomendasi Penguasa Perang Daerah Kaltim (30 Juni). Dilantik oleh Menteri Dalam Negeri sebagai gubernur (10 Agustus). Menggagas berdirinya perguruan tinggi pertama di Kaltim yakni Universitas Kalimantan Timur yang kemudian menjadi Universitas Mulawarman.
1964: Mencegah usaha pembakaran keraton Kutai oleh massa dan tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman.
1965: Bersama DPRD Kaltim, Panglima Kodam IX Mulawarman, Panglima Kepolisian, dan Kepala Kejaksaan Tinggi sepakat menyatakan sikap sepenuhnya berdiri di belakang Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata/Panglima Besar Revolusi Bung Karno serta mengutuk Gerakan 30 September (4 Oktober).
1966: Berhenti sebagai Gubernur (14 September) lalu menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta.
1968: Menjadi anggota DPR dan MPR RI mewakili PNI.
1970: Kembali mengabdi di Departemen Dalam Negeri di Jakarta.
1977: Pensiun dari Pegawai Negeri Sipil lalu berkiprah di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku.
1980: Menjadi Ketua Kerukunan Keluarga Kalimantan (K-3 Jaya) di Jakarta.
1992: Membentuk dan mengetuai Yayasan Bina Ruhuy Rahayu di Jakarta yang bertujuan memupuk, membina rasa setia kawan dan persaudaraan sesama warga Kaltim (30 Juni).
2005: Wafat di Jakarta (21 November).
Penulis: Muhammad Sarip

Referensi: Abdoel Moeis Hassan Pejuang Republiken dan Pelopor Pembaharuan di Kalimantan Timur: Sebuah Biografi


Berita & Artikel Terkait:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda