1924: Lahir di
Samarinda (2 Juni), dari ayah-ibu etnis Banjar kelahiran Samarinda.
1940: Dalam usia
enam belas tahun mendirikan sekaligus mengetuai Roekoen Pemoeda Indonesia
(Roepindo) sebagai organisasi kepemudaan di Samarinda yang menghimpun dan
membangkitkan semangat kaum muda serta menanamkan kesadaran berbangsa,
berbahasa, dan bertanah air Indonesia.
1942: Mendirikan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat di Samarinda bersama A.M. Sangadji.
1945: Bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan Republik Indonesia
(P3KRI) untuk mewujudkan Proklamasi Negara
Indonesia di Samarinda.
1946: Mendirikan Ikatan Nasional Indonesia
(INI) Cabang Samarinda yang bertujuan menentang pendudukan Belanda di
Samarinda.
1947: Menjadi Ketua INI Cabang Samarinda dan Ketua
Front Nasional sebagai koalisi organisasi Kaltim pembela RI (Republiken) dan
menentang pemerintahan federasi bentukan Belanda.
1948: Mengikuti Kongres Gabungan Pemuda
Indonesia Seluruh Kalimantan (Gappika) di Barabai (26–29 Maret). Menggagas
pendirian Tugu Kebangunan Nasional di halaman Gedung Nasional (April). Meresmikan
Tugu Kebangunan Nasional (22 Agustus).
1949: Menghadiri Konferensi Kebangsaan di
Jakarta yang bertujuan mendorong percepatan penyelesaian konflik
Indonesia-Belanda (7 Mei). Memimpin upacara peringatan Hari Jadi Angkatan Perang
RI kali pertama di Samarinda di Gedung Nasional (5 Oktober). Memimpin upacara
peringatan Hari Pahlawan kali pertama di Samarinda di halaman Gedung Nasional (10
November). Bersama Front Nasional menuntut Tentara Belanda
(KL dan KNIL) dipersiapkan penarikannya dari seluruh Kaltim dan menyerahkan
penjagaan keamanan kepada TNI (4 Desember). Menandatangani resolusi INI yang substansinya meminta
kedatangan misi militer TNI di Kaltim dan penarikan tentara KNIL dari Kaltim (8
Desember). Menuntut Federasi Kalimantan Timur untuk keluar dari Republik
Indonesia Serikat (RIS) dan bergabung kepada RI-Yogya (27 Desember).
1950: Berpidato di tanah lapang belakang
Kantor Residen Kaltim, menuntut demokratisasi pemerintahan lokal dengan
menghapus sistem feodalisme (23 Januari). Menjadi Ketua
Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasional Indonesia (PNI) Cabang
Kaltim (Februari). Mendapat tugas dari Menteri Sosial RI yang
berkedudukan di Yogyakarta untuk mempersiapkan berdirinya Kantor Sosial RI di
Keresidenan Kaltim di Samarinda, dengan menjabat Kepala Kantor Sosial RI
Keresidenan Kaltim (2 Mei). Berunding dengan Sultan Aji Muhammad Parikesit
untuk menghapuskan swapraja Kutai (27 September). Mengadakan Kongres Rakyat
Kalimantan Timur untuk
mendesak penghapusan swapraja (pemerintahan feodal) di Kaltim (27–29 Oktober).
1954: Menggagas Kongres Rakyat Kaltim untuk
menuntut pembentukan Provinsi Kalimantan Timur supaya pembangunan dapat
meningkat, yang dua tahun kemudian tuntutan ini dipenuhi dan 9 Januari 1957
Kaltim resmi berdiri sebagai provinsi.
1960: Mengikuti Musyawarah Besar I Angkatan 45
di Jakarta (Februari). Menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong
(DPR-GR) merangkap anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara/MPRS (Maret).
Di DPR-GR menjabat Ketua Komisi D yang membidangi Departemen Pertanian dan Agraria,
PU, Perindustrian Dasar dan Pertambangan, Perindustrian Ringan dan Distribusi.
Kemudian menjabat Ketua Komisi Gabungan di
DPR Gotong Royong yang bertugas menyelesaikan RUU Pokok Pemerintahan Daerah dan
RUU Pokok Agraria.
1962: Ditetapkan oleh Presiden Sukarno sebagai
Gubernur Kalimantan Timur berdasarkan hasil pemilihan di DPRD Kaltim dan
rekomendasi Penguasa Perang Daerah Kaltim (30 Juni). Dilantik oleh Menteri
Dalam Negeri sebagai gubernur (10 Agustus). Menggagas berdirinya perguruan
tinggi pertama di Kaltim yakni Universitas Kalimantan Timur yang kemudian
menjadi Universitas Mulawarman.
1964: Mencegah usaha pembakaran keraton Kutai
oleh massa dan tentara suruhan Panglima Kodam IX Mulawarman.
1965: Bersama DPRD Kaltim, Panglima
Kodam IX Mulawarman, Panglima Kepolisian, dan Kepala Kejaksaan Tinggi sepakat
menyatakan sikap sepenuhnya berdiri di belakang Presiden/Panglima Tertinggi
Angkatan Bersenjata/Panglima Besar Revolusi Bung Karno serta mengutuk Gerakan
30 September (4 Oktober).
1966: Berhenti sebagai Gubernur (14 September)
lalu menjadi pegawai di Departemen Dalam Negeri di Jakarta.
1968: Menjadi
anggota DPR dan MPR RI mewakili PNI.
1970: Kembali mengabdi di Departemen Dalam
Negeri di Jakarta.
1977: Pensiun dari Pegawai Negeri Sipil lalu berkiprah
di bidang sosial kemasyarakatan serta menulis artikel dan buku.
1980: Menjadi Ketua Kerukunan Keluarga Kalimantan
(K-3 Jaya) di Jakarta.
1992: Membentuk dan mengetuai Yayasan Bina
Ruhuy Rahayu di Jakarta yang bertujuan memupuk, membina rasa setia kawan dan
persaudaraan sesama warga Kaltim (30 Juni).
2005: Wafat di Jakarta (21 November).
Referensi: Abdoel Moeis
Hassan Pejuang Republiken dan Pelopor
Pembaharuan di Kalimantan Timur: Sebuah Biografi
Berita & Artikel Terkait:
- Aneh, TMP Zonder Pahlawan Nasional
- Lini Masa Proses Usulan Calon Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan(Tahap I)
- Biografi Pahlawan Kaltim Diluncurkan, Video Samarinda 1947 Ditayangkan di Seminar HMPS Unmul
- Sejarah Juang Abdoel Moeis Hassan Diseminarkan di Unmul 29 Oktober
- Wakil Rektor III Unmul Apresiasi Seminar Pahlawan Moeis Hassan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar