Teladan Moeis Hassan
dalam Sejarah Politik Kaltim
Bukannya
langsung bersedia, ia malah mengajukan kandidat lain. Itu dilakukan Abdoel
Moeis Hassan ketika para anggota DPRD Kaltim tahun 1962 hendak mengusung
dirinya sebagai calon gubernur pengganti A.P.T. Pranoto.
“Apa
tidak sebaiknya kalau I.A. Moeis yang dicalonkan agar namanya terehabilitir?”
Moeis Hassan menyarankan kepada teman-temannya sesama pengurus Partai Nasional Indonesia
(PNI). Pada 1959 I.A. Moeis pernah menjadi Kepala Daerah (bukan gubernur) tapi
kurang dari 3 bulan. Kala itu, pengusaha pelayaran tersebut diberhentikan oleh
DPRD bersamaan dengan mosi tidak percaya atas Dewan Pemerintah Daerah Kalimantan
Timur.
Perlu
diketahui, Kaltim tempo dulu punya dua tokoh Moeis yang terkenal. Keduanya
orang Samarinda, tapi berbeda sikap dalam perjuangan menghadapi Belanda. Inche
Abdoel (I.A.) Moeis lebih dikenal sebagai nama rumah sakit di Samarinda
Seberang. Adapun Abdoel Moeis Hassan merupakan pemimpin pejuang pro-RI yang
namanya sedang diproses sebagai kandidat tunggal nama Jembatan Mahulu.
Saran
Moeis Hassan untuk mengajukan calon lain ditolak teman-temannya. Presiden
Sukarno pun menetapkan Moeis Hassan sebagai Gubernur Kaltim pada melalui
Keppres tertanggal 30 Juni 1962.
Moeis
Hassan memang pribadi yang rendah hati dan tidak ambisius dalam politik. Pada
1954 ia memimpin Kongres Rakyat Kaltim. Agendanya menyuarakan tuntutan kepada
pemerintah pusat agar Kaltim dijadikan provinsi tersendiri. Saat itu, status
Kaltim adalah sebuah wilayah keresidenan (setingkat kabupaten) di bawah
Provinsi Kalimantan yang beribu kota di Banjarmasin.
Dua
tahun setelah kongres itu, pemerintah mengeluarkan UU No. 25 tahun 1956 yang
memekarkan Provinsi Kalimantan menjadi tiga provinsi. Satu di antaranya adalah
Provinsi Kalimantan Timur. Perjuangan Moeis Hassan berhasil.
Dikomparasikan
dengan situasi abad ke-21, lazimnya pentolan tim sukses pemekaran suatu wilayah
akan menjadi kandidat utama kepala daerah tersebut. Namun, hal ini tidak
berlaku bagi Moeis Hassan. Ia tidak pernah meminta jabatan gubernur ketika
Kaltim diresmikan sebagai provinsi pada 1957.
Begitu
pula saat sekelompok demonstran pro-Orde Baru menuntut Moeis mundur sebagai
gubernur pada 1966. Ia tidak berupaya mempertahankan jabatan tersebut. Padahal,
tuntutan tersebut hanya didasari tuduhan yang terbukti. Moeis dituding sebagai pengurus
PNI yang pro-PKI. Faktanya berlawanan. Menteri Dalam Negeri Basuki Rahmat pun
tetap meminta Moeis bertahan hingga periode gubernur selesai tahun 1967. Namun,
Moeis tetap mengambil keputusan untuk mundur.
Figur
yang tanpa pamrih itu hampir dilupakan masyarakat. Personel pemerintah daerah
pun lebih mengenal nama I.A. Moeis karena menjadi nama RSUD dan punya keturunan
yang aktif di partai politik. Namun, kini mutiara terpendam itu telah
terangkat. Kemilaunya memancarkan teladan dan spirit perjuangan tanpa batas.
Pahala
pengabdian Moeis Hassan berbuah kebaikan. Masyarakat bersama Pemerintah Kota
Samarinda bersiap menyambut calon Pahlawan Nasional pertama dari Kaltim.
Seminar Nasional sebagai pelengkap syarat administrasi pengusulan gelar
Pahlawan Nasional akan diadakan di Samarinda, 25 Juni 2019.
Kita
semua berutang jasa pada Abdoel Moeis Hassan, pelopor keteladanan politik
bermoral di Benua Etam.
Penulis:
Muhammad Sarip
(Koordinator
Tim Pengusul Pahlawan Nasional Abdoel Moeis Hassan)
Tulisan diterbitkan kali pertama di Surat Kabar Harian Samarinda
Pos edisi Kamis, 20 Juni 2019, halaman 9 dan 15.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar