Samarinda, SejarahKaltim.com
Empat mahasiswa asing antusias menyimak presentasi tentang sejarah Kota Samarinda yang disampaikan oleh Muhammad Sarip, pemerhati sejarah lokal, di sebuah kantor penerbit buku di ibu kota Kalimantan Timur, Jumat (1/11/2019).
Empat mahasiswa asing antusias menyimak presentasi tentang sejarah Kota Samarinda yang disampaikan oleh Muhammad Sarip, pemerhati sejarah lokal, di sebuah kantor penerbit buku di ibu kota Kalimantan Timur, Jumat (1/11/2019).
Mahasiswa tersebut dari empat negara yang berbeda. Amonulloi
Abdulmanon dari Tajikistan, Dushyant dari India, Hamadou Alioum dari Kamerun, dan
Ermioni Vlachidou dari Yunani.
Mereka datang bersama Sukemi, S.Pd. M.Sc. selaku ketua
Divisi Pelayanan Mahasiswa Internasional, Beasiswa Luar Negeri & Konsuler
UPT Layanan Internasional Universitas Mulawarman. Hadir pula pendamping dari mahasiswa Hubungan Internasional Unmul
bernama Rizal.
Kegiatan mereka dalam rangka
Program Darmasiswa Republik Indonesia (DRI) kelas Bahasa Indonesia untuk
Penutur Asing (BIPA). Sebenarnya total ada lima mahasiswa asing yang direncanakan
hadir. Namun, seorang mahasiswa yakni Jana Rambova dari Republik Ceko berhalangan
hadir karena sakit.
Setelah pemaparan materi secara garis besar, presentasi
dilanjutkan dengan dialog. Mahasiswa dari tiga benua ini antusias bertanya. Hamadou
dari Kamerun bertanya soal potret tokoh yang terpajang di dinding kantor.
Dengan terbata, ia mengeja "Abdoel Moeis Hassan".
Sarip menjelaskan, Abdoel Moeis Hassan merupakan pemimpin
perjuangan rakyat Kalimantan Timur melawan kolonialisme. Kini, namanya sedang
dalam proses usulan gelar Pahlawan Nasional.
Sementara itu, Ermioni bertanya seputar Etnik Tionghoa dan
keturunannya di Samarinda. Ia juga mempertanyakan peran Samarinda terkait
pemindahan ibu kota negara Indonesia ke Kaltim. Ditanyakannya pula tentang
kasus kerusuhan 1998 di Indonesia yang menimpa etnis Tionghoa, apakah juga
terjadi di Samarinda.
Dialog berlangsung serius tapi santai. Sarip malah balik
bertanya. Mengapa nama Greece di
Indonesia menjadi Yunani. Perempuan 22 tahun itu menjawab, prosesnya panjang. Greece lebih populer sebagai nama
internasionalnya, walaupun bukan Greece
nama asli versi penduduk negaranya.
Ermioni juga bercerita, ketika tim nasional sepakbola Yunani
menjuarai Euro 2004, ia menontonnya di TV. Waktu itu, Yunani adalah tim yang
tidak mempunyai reputasi cemerlang di sepakbola, tapi secara mengejutkan tampil
di final. Tuan rumah Portugal yang diperkuat Christiano Ronaldo saat itu sangat
diunggulkan. Tapi, Negeri Para Dewa Greece
yang menjadi juaranya.
Setelah memperoleh informasi dari pertemuan ini, mereka akan
membuat karya literasi.
Penulis: Arief Rahman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar