Jumat, 01 Mei 2020

Riwayat Pendidikan Pribumi di Samarinda 1940–1945


A.M. Sangadji dan Abdoel Moeis Hassan, pendiri Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rajat 1942.
Sumber foto: Republik Indonesia Provinsi Kalimantan, 1953
Artikel ini merupakan kutipan dari sebuah makalah yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kepahlawanan Abdoel Moeis Hassan di Aula Bankaltimtara Samarinda, 25 Juni 2019. Kutipan diambil dari bab “Mendirikan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat bersama A.M. Sangadji”. Penulisnya adalah Wajidi, sejarawan dan peneliti di Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan.
***

Pada tahun 1942, Abdoel Moeis Hassan bersama A.M. Sangadji, mengaktifkan Neutrale School yang sempat vakum menjadi Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra'jat (BPPR). Sebelum menjadi BPPR, Neutrale School adalah sekolah partikelir (swasta) di Samarinda milik Parindra untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan pribumi. Selain sebagai gedung sekolah, Neutrale School tercatat digunakan sebagai tempat pertemuan tokoh-tokoh pergerakan.[1]

Neutrale School dikelola oleh sebuah kepengurusan [yayasan] dengan nama Neutrale School Vereniging (NSV) yang mana Abdoel Moeis Hassan menjadi salah seorang pengurus (Penulis I).[2]

Dalam rubrik “Kota” surat kabar Pantjaran Berita tanggal 30 Juli 1941 halaman 2 diberitakan tentang rapat anggota di antaranya untuk memilih pengurus baru yang susunannya seperti berikut:
Ketua                :   Soeratman
Wakil Ketua      :  R. Tjahro Noerkamal
Penulis I            :  Abdoel Moeis
Penulis II           :  M. Amin
Bendahara        :  H. Soelaiman
Pembantu-pembantu     : Hasan, H.M. Sidik, Chatib Arbi, Palil R Soeharno, Poedoe Mas’oed, Dahri dan Kartoredjo.

Pengurus baru  NSV juga dilengkapi dengan Verificatie Commisie (Komisi Verfikasi), dengan susunan pengurus:

Ketua                 : H. Badroen Ariep
Penulis              : Doekito
Anggota             : R Oemar Singgih

Juga dilengkapi dengan School Commissie (Komisi Sekolah), dengan susunan pengurus:
Ketua                 : Masabi
Penulis              : R A Mohni
Anggota             : R Soeharno[3]

Meski telah dibentuk kepengurusan NSV yang baru ternyata kemudian Neutrale School mengalami kevakuman. Penyebabnya adalah kekurangan guru menyusul berhentinya Nyonya Poeloengan yang ikut suaminya pindah ke Padangsidempuan.

Selain itu, Neutrale  School sebenarnya sudah kekurangan guru. Jumlah guru terlalu sedikit (4 orang termasuk kepala sekolah), tidak sebanding dengan jumlah murid yang berjumlah lebih dari 200 murid. Sehubungan dengan itu, pengurus NSV telah menerima lamaran untuk mengisi kekurangan guru. Di antaranya terpilih adalah Masdar yang pernah juga menjadi guru HIS di Samarinda.

Persoalan terjadi kemudian, ketika Masdar yang menjadi pilihan pengurus NSV ditolak majelis guru yang mana ketuanya adalah R.Moedjo, kepala sekolah Neutrale School. Upaya Komisi Sekolah yang diketua Masabi, dan Soeratman sebagai Ketua NSV beserta H. Soelaiman, bendahara NSV datang ke sekolah menemui R.Moedjo agar menerima Masdar untuk mengajar di Neutrale School, tidak berhasil. R. Moedjo dan guru-guru pembantunya menyatakan berhenti kepada pengurus NSV jika pihak NSV menerima Masdar sebagai guru. Atas pernyataan itu, pihak pengurus NSV menyatakan “baik”, dan keempat orang guru Neutrale School serempak berhenti atas permintaan sendiri.

Karena tinggal Masdar sendiri (yang saat itu belum mengajar)  maka kepada semua murid Neutrale School disuruh pulang dan kesesokan harinya  diminta turun lagi  dengan guru-guru baru yang akan mengajar mereka.[4]

Peristiwa Neutrale School itu cukup menggemparkan masyarakat Samarinda. Persoalannya adalah menyangkut masyarakat di kota itu, setidaknya anak-anak mereka yang bersekolah di Neutrale School lebih dari 200 orang.

Surat kabar Pantjaran Berita memuat “Soeara Poeblik” berisi kekecewaan salah seorang pengurus NSV atas kejadian di Neutrale School. Ia mengatakan perpecahan di Neutrale School sudah terjadi dan tidak akan dapat diperbaiki lagi.  Padahal katanya, Neutrale School adalah satu-satunya sekolah yang boleh dikatakan 100 persen didirikan atas tenaga rakyat (partikelir) dengan cucuran keringat bangsa sendiri.[5]

A.M. Talibhoesin juga mengungkapkan penyesalannya karena Neutrale School satu-satunya sekolah di Samarinda yang didirikan dengan usaha bangsa sendiri, yang di awal sangat sehat namun tiba-tiba bagai “kilat” hampir lenyap dari masyarakat kita.[6]

Setelah pengunduran serempak guru Neutrale School, maka pengurus NSV berupaya mengatasi keadaan mendatangkan guru baru, yaitu selain Masdar, guru lainnya adalah Loedjio (pernah menjadi guru HIS di Jawa), Hairoel (bekas guru bantu Vervolgschool), dan seorang guru lainnya.[7]

Soeratman selaku Ketua NSV juga telah bersurat dengan M. Rasjad, Ketua Neutrale School di Surabaya untuk meminta tambahan guru. Neutrale School Surabaya menyanggupi mendatangkan dua orang guru dari Surabaya yang diperkirakan tiba di Samarinda, Jumat 22 Agustus 1941.

Guna mengatasi permasalahan yang menimpa Neutral School, maka pengurus NSV mengadakan rapat anggota dipimpin langsung oleh Ketua Soeratman dan sebagai penulisnya A. Moeis Hassan. Dalam rapat diceritakan sebab-sebab mundurnya guru-guru Neutrale School. A.M. Sangadji yang turut hadir dalam rapat menyampaikan pandangannya tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa yang akan menjadi penyambung riwayat bangsa ke depan. A.M. Sangadji juga menanamkan semangat kecintaan dan kesetiaan kepada semua anggota NSV terhadap Neutrale School sebagai kepunyaan bersama.[8] 

Upaya pengurus NSV mendatangkan guru-guru baru Neutrale School cukup berhasil, namun upaya itu tidak berhasil memulihkan keadaan Neutrale School ke dalam kondisi semula. Perpecahan di Neutrale School sudah sukar untuk dipulihkan. Suasana di Neutrale School tidak lagi kondusif dan akhirnya vakum.

Dalam situasi demikian itulah, maka A.M. Sangadji atas permintaan A. Moeis Hassan mengambil alih kepengurusan Neutral School. Nama Neutral School diubah menjadi BPPR yang kegiatannya berlangsung di gedung Neutrale School. Tindakan itu diambil untuk menyelamatkan murid-murid sekolah dari kevakuman belajar. Oleh A.M. Sangadji,  Moeis Hassan dijadikan sekretaris  dalam kepengurusan BPPR.[9]

Keberadaan BPPR mendapat tanggapan antusias dari para orang tua murid. Sebagian dari mereka  kembali memasukkan anak-anaknya untuk belajar di BPPR. Melalui BPPR diselenggarakan kursus-kursus  ilmu pengetahuan khususnya ilmu baca tulis, kursus keterampilan, dan taman pustaka, sehingga melalui dunia pengajaran, pendidikan, dan perpustakaan anak-anak BPPR mengenal huruf latin, memiliki kebiasaan membaca buku, koran atau majalah, dan mengenal dunia lain di luar tanah Hindia.

Kiprah pemuda A. Moeis Hassan dan kawan-kawan melalui Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan BPPR merupakan salah satu bukti bahwa para pemuda senantiasa menjadi bagian dari sejarah, karena setiap peristiwa sejarah umumnya selalu dipelopori pemuda. Saat Neutrale School mengalami kevakuman, Moeis Hassan bersama A.M. Sangadji melakukan terobosan dengan mengaktifkannya melalui pembentukan BPPR.

Pembentukan Roepindo dan BPPR menunjukkan bahwa pemuda A. Moeis Hassan mengedepankan wawasan dan pikirannya dengan menyelenggarakan beragam kursus, pengajaran dan pendidikan sebagai kekuatan utama perjuangan untuk menumbuhkan kesadaran nasional. Karena ia yakin bahwa melalui kegiatan itu akan muncul kalangan terdidik yang sadar akan harga dirinya sebagai sebuah bangsa.

Editor: Muhammad Sarip 



[1]    Misalnya saat perpisahan dengan Tuan dan Nyonya M. Soejono yang dilaksanakan oleh Comite dari 9 perkumpulan di Samarinda (Muhammadiyah, Aisyiah, Hizbul Wathan, Parindra Cabang Samarinda, Parindra Seksi Kampung Jawa, Neutrale School, POC, Suryawirawan, dan CPKMIM yang diketuai R. Moerdjie dan Oemar Dachlan sebagai penulis, lihat “Malam Perpisahan Toean dan Njoja M. Soejono”, dalam Pantjaran Berita 24 Maret 1941,  hlm. 2. Lihat pula “ Sambutan Njonja dan Toean M. Soejono Atas segala pemberian selamat jang ditoedjoekan kepadanja, dalam Malam Perpisahan digedoeng Neutrale School”, dalam Pantjaran Berita 25 Maret 1941, hlm. 2.
[2]    Moeis Hassan menyebut  Penulis I dengan sebutan Sekretaris Neutrale School Vereniging, lihat H.A. Moeis Hassan, Ikut mengukir Sejarah, (Jakarta: Yayasan Bina Ruhui Rahayu, 1994), hlm. 220.
[3]    Lihat “Soesoenan Bestuur Dari Neutrale School Vereniging”, dalam Pantjaran Berita, 30 Juli  1941, hlm. 2.
[4]    Lihat “Kedjadian Jang Menggemparkan Di Neutrale School”, dalam rubrik “Kota” Pantjaran Berita 7 Agustus 1941, hlm. 3.
[5]    Lihat “Soeara Publiek, Peliharalah hidoepnja Neutrale School”, dalam Pantjaran Berita, 14 Agustus 1941.
[6]    Lihat “Menoedjoe Perpetjahan Organisatie” oleh A.M. Talibhoesin, dalam Pantjaran Berita 13 Agustus 1941.
[7]    Lihat “Goeroe2 Baroe Dari Neutrale School”, dalam rubrik “Kota” Pantjaran Berita....Agustus 1941, hlm.3.
[8]    Lihat “Rapat Anggota Neutrale School”, dalam Pantjaran Berita 14 Agustus 1941, hlm. 3.
[9]    A.Moeis Hassan, op.cit., hlm. 220.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda