A.M. Sangadji dan Abdoel Moeis Hassan, pendiri Balai Pengadjaran dan Pendidikan Rajat 1942. Sumber foto: Republik Indonesia Provinsi Kalimantan, 1953 |
Artikel ini merupakan
kutipan dari sebuah
makalah yang dipresentasikan dalam Seminar Nasional Kepahlawanan Abdoel Moeis Hassan
di Aula Bankaltimtara Samarinda, 25 Juni 2019. Kutipan diambil dari bab “Mendirikan Balai Pengajaran dan Pendidikan Rakyat bersama A.M. Sangadji”. Penulisnya adalah Wajidi, sejarawan
dan peneliti di Balitbangda Provinsi Kalimantan Selatan.
***
Pada tahun 1942, Abdoel Moeis Hassan bersama
A.M. Sangadji, mengaktifkan Neutrale School yang sempat vakum menjadi
Balai Pengadjaran dan Pendidikan Ra'jat (BPPR). Sebelum menjadi BPPR, Neutrale School adalah sekolah partikelir
(swasta) di Samarinda milik Parindra untuk menampung anak-anak sekolah dari kalangan
pribumi. Selain sebagai gedung sekolah, Neutrale School tercatat digunakan sebagai tempat pertemuan
tokoh-tokoh pergerakan.[1]
Neutrale School dikelola oleh
sebuah kepengurusan [yayasan] dengan nama Neutrale
School Vereniging (NSV) yang mana Abdoel Moeis Hassan menjadi salah seorang
pengurus (Penulis I).[2]
Dalam rubrik “Kota” surat kabar Pantjaran Berita tanggal 30 Juli 1941
halaman 2 diberitakan tentang rapat anggota di antaranya untuk memilih pengurus baru yang susunannya seperti berikut:
Ketua : Soeratman
Wakil Ketua : R. Tjahro Noerkamal
Penulis I : Abdoel Moeis
Penulis II : M. Amin
Bendahara : H. Soelaiman
Pembantu-pembantu : Hasan, H.M. Sidik, Chatib Arbi, Palil R Soeharno, Poedoe Mas’oed, Dahri dan
Kartoredjo.
Pengurus baru NSV
juga dilengkapi dengan Verificatie Commisie (Komisi Verfikasi), dengan susunan
pengurus:
Ketua : H. Badroen Ariep
Penulis : Doekito
Anggota : R Oemar Singgih
Juga dilengkapi dengan School Commissie (Komisi Sekolah),
dengan susunan pengurus:
Ketua : Masabi
Penulis : R A Mohni
Anggota : R Soeharno[3]
Meski telah dibentuk kepengurusan
NSV yang baru ternyata kemudian Neutrale School mengalami kevakuman.
Penyebabnya adalah kekurangan guru menyusul berhentinya Nyonya Poeloengan yang
ikut suaminya pindah ke Padangsidempuan.
Selain itu, Neutrale School sebenarnya sudah kekurangan guru.
Jumlah guru terlalu sedikit (4 orang termasuk kepala sekolah), tidak sebanding
dengan jumlah murid yang berjumlah lebih dari 200 murid. Sehubungan dengan itu,
pengurus NSV telah menerima lamaran untuk mengisi kekurangan guru. Di antaranya terpilih adalah Masdar yang pernah juga menjadi guru HIS di
Samarinda.
Persoalan terjadi kemudian,
ketika Masdar yang menjadi pilihan pengurus NSV ditolak majelis guru yang mana
ketuanya adalah R.Moedjo, kepala sekolah Neutrale School. Upaya Komisi Sekolah
yang diketua Masabi, dan Soeratman sebagai Ketua NSV beserta H. Soelaiman,
bendahara NSV datang ke sekolah menemui R.Moedjo agar menerima Masdar untuk
mengajar di Neutrale School, tidak berhasil. R. Moedjo dan guru-guru
pembantunya menyatakan berhenti kepada pengurus NSV jika pihak NSV menerima
Masdar sebagai guru. Atas pernyataan itu, pihak pengurus NSV menyatakan “baik”,
dan keempat orang guru Neutrale School serempak berhenti atas permintaan
sendiri.
Karena tinggal Masdar sendiri
(yang saat itu belum mengajar) maka
kepada semua murid Neutrale School disuruh pulang dan kesesokan harinya diminta turun lagi dengan guru-guru baru yang akan mengajar
mereka.[4]
Peristiwa Neutrale School itu
cukup menggemparkan masyarakat Samarinda. Persoalannya adalah menyangkut
masyarakat di kota itu, setidaknya anak-anak mereka yang bersekolah di Neutrale
School lebih dari 200 orang.
Surat kabar Pantjaran Berita memuat
“Soeara Poeblik” berisi kekecewaan salah seorang pengurus NSV atas kejadian di
Neutrale School. Ia mengatakan perpecahan di Neutrale School sudah terjadi dan
tidak akan dapat diperbaiki lagi.
Padahal katanya, Neutrale School adalah satu-satunya sekolah yang boleh
dikatakan 100 persen didirikan atas tenaga rakyat (partikelir) dengan cucuran
keringat bangsa sendiri.[5]
A.M. Talibhoesin juga
mengungkapkan penyesalannya karena Neutrale School satu-satunya sekolah di
Samarinda yang didirikan dengan usaha bangsa sendiri, yang di awal sangat sehat namun tiba-tiba bagai “kilat” hampir lenyap dari
masyarakat kita.[6]
Setelah pengunduran serempak guru
Neutrale School, maka pengurus NSV berupaya mengatasi keadaan mendatangkan guru
baru, yaitu selain Masdar, guru lainnya adalah Loedjio (pernah menjadi guru HIS
di Jawa), Hairoel (bekas guru bantu Vervolgschool), dan seorang guru lainnya.[7]
Soeratman selaku Ketua NSV juga
telah bersurat dengan M. Rasjad, Ketua Neutrale School di Surabaya untuk
meminta tambahan guru. Neutrale School Surabaya menyanggupi mendatangkan dua
orang guru dari Surabaya yang diperkirakan tiba di Samarinda, Jumat 22 Agustus
1941.
Guna mengatasi permasalahan yang
menimpa Neutral School, maka pengurus NSV mengadakan rapat anggota dipimpin
langsung oleh Ketua Soeratman dan sebagai penulisnya A. Moeis Hassan. Dalam
rapat diceritakan sebab-sebab mundurnya guru-guru Neutrale School. A.M.
Sangadji yang turut hadir dalam rapat menyampaikan pandangannya tentang
pentingnya pendidikan bagi anak-anak bangsa yang akan menjadi penyambung
riwayat bangsa ke depan. A.M. Sangadji juga menanamkan semangat kecintaan dan
kesetiaan kepada semua anggota NSV terhadap Neutrale School sebagai kepunyaan
bersama.[8]
Upaya pengurus NSV mendatangkan
guru-guru baru Neutrale School cukup berhasil, namun upaya itu tidak berhasil
memulihkan keadaan Neutrale School ke dalam kondisi semula. Perpecahan di Neutrale
School sudah sukar untuk dipulihkan. Suasana di Neutrale School tidak
lagi kondusif dan akhirnya vakum.
Dalam situasi demikian itulah,
maka A.M. Sangadji atas permintaan A. Moeis Hassan mengambil alih kepengurusan
Neutral School. Nama Neutral School diubah menjadi BPPR yang kegiatannya
berlangsung di gedung Neutrale School. Tindakan itu diambil untuk menyelamatkan
murid-murid sekolah dari kevakuman belajar. Oleh A.M. Sangadji, Moeis Hassan dijadikan sekretaris dalam kepengurusan BPPR.[9]
Keberadaan BPPR mendapat
tanggapan antusias dari para orang tua murid. Sebagian dari mereka kembali memasukkan anak-anaknya untuk belajar
di BPPR. Melalui BPPR diselenggarakan kursus-kursus ilmu pengetahuan khususnya ilmu
baca tulis, kursus keterampilan, dan taman pustaka, sehingga melalui
dunia pengajaran, pendidikan, dan perpustakaan anak-anak BPPR mengenal huruf
latin, memiliki kebiasaan membaca buku, koran atau majalah, dan mengenal dunia
lain di luar tanah Hindia.
Kiprah
pemuda A. Moeis Hassan dan kawan-kawan melalui Roekoen Pemoeda Indonesia (Roepindo) dan BPPR merupakan salah satu bukti bahwa para pemuda senantiasa menjadi bagian dari sejarah, karena setiap
peristiwa sejarah umumnya selalu dipelopori pemuda. Saat Neutrale School
mengalami kevakuman, Moeis Hassan bersama A.M. Sangadji melakukan terobosan
dengan mengaktifkannya melalui pembentukan BPPR.
Pembentukan Roepindo dan BPPR menunjukkan bahwa pemuda A. Moeis Hassan mengedepankan
wawasan dan pikirannya dengan menyelenggarakan beragam kursus, pengajaran dan
pendidikan sebagai kekuatan utama perjuangan untuk menumbuhkan kesadaran
nasional. Karena ia yakin bahwa melalui kegiatan itu akan muncul kalangan
terdidik yang sadar akan harga dirinya sebagai sebuah bangsa.
Editor: Muhammad Sarip
[1]
Misalnya saat perpisahan dengan Tuan dan Nyonya M.
Soejono yang dilaksanakan oleh Comite dari 9 perkumpulan di Samarinda
(Muhammadiyah, Aisyiah, Hizbul Wathan, Parindra Cabang Samarinda, Parindra
Seksi Kampung Jawa, Neutrale School, POC, Suryawirawan, dan CPKMIM yang
diketuai R. Moerdjie dan Oemar Dachlan sebagai penulis, lihat “Malam Perpisahan
Toean dan Njoja M. Soejono”, dalam Pantjaran Berita 24 Maret 1941, hlm. 2. Lihat pula “ Sambutan Njonja dan
Toean M. Soejono Atas segala pemberian selamat jang ditoedjoekan kepadanja,
dalam Malam Perpisahan digedoeng Neutrale School”, dalam Pantjaran Berita
25 Maret 1941, hlm. 2.
[2]
Moeis Hassan menyebut Penulis I
dengan sebutan Sekretaris Neutrale School Vereniging, lihat H.A. Moeis
Hassan, Ikut mengukir Sejarah, (Jakarta: Yayasan
Bina Ruhui Rahayu, 1994), hlm. 220.
[3]
Lihat “Soesoenan Bestuur Dari Neutrale School Vereniging”, dalam Pantjaran
Berita, 30 Juli 1941, hlm. 2.
[4]
Lihat “Kedjadian Jang Menggemparkan Di Neutrale School”, dalam rubrik “Kota”
Pantjaran Berita 7 Agustus 1941, hlm. 3.
[5]
Lihat “Soeara Publiek, Peliharalah hidoepnja Neutrale School”, dalam Pantjaran
Berita, 14 Agustus 1941.
[6]
Lihat “Menoedjoe Perpetjahan Organisatie” oleh A.M.
Talibhoesin, dalam Pantjaran Berita 13 Agustus 1941.
[7]
Lihat “Goeroe2 Baroe Dari Neutrale School”, dalam rubrik “Kota” Pantjaran Berita....Agustus 1941, hlm.3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar