Selasa, 15 September 2020

Mengupas Taman Nasional Kutai dan Sejarahnya

“Setelah sudah maka Aji Batara Agung Dewa Sakti pun berkumpullah laki-istri. Maka putri itu pun mengidamlah ia hendak baturan lulu sumpitan. Maka Aji laki itu pun pergilah menyumpit lulu ke Kutai. Maka tiada mendapat lulu yang lain. Hanya tupai saja seekor makan buah petai. Lalu disumpitnya maka kenalah tupai itu, gugur ke tepian mampi. Maka dikelilinginyalah benua itu. Maka bunyi Aji itu, "Terlalu baik negeri ini. Baiklah aku pindah ke negeri ini, berbuat negeri di sini." Maka tanah itulah tempat Aji itu berdiri menyumpit tupai itu, tanah itulah yang bernama Kutai, karena tanah itu tinggi sendirinya.”
Dari sejumlah rangkain acara yang meramaikan peringatan puncak HKAN 2020, salah satunya adalah talkshow yang mengupas sejarah Taman Nasional Kutai, yang digelar pada Selasa siang, 15 September 2020. Yang menari, talkshow ini menghadirkan narasumber yaitu Sejarawan Konservasi Alam Indonesia, Pandji Yudhistira, Muhammad Sarip, Masyarakat Sejarawan Cabang Kalimantan Timur, dan mantan Kepala Balai Taman Nasional Kutai sebelumnya, yaitu Tandya Tjahjana, Asep Sugiharta, dan Erly Sukrismanto.
Sejarah Taman Nasional Kutai pada talkshow ini diceritakan oleh Pandji Yudhistira secara komprehensif, bagaimana awal mula pembentukan Taman Nasional Kutai yang merupakan usulan dari Perhimpunan Konservasi Alam Hindia Belanda dimana usulan ini merupakan hasil dari penelitian botani di Kalimantan untuk melindungi Orangutan, kera hidung Panjang, Badak, dan Banteng. Kemudian usulan tersebut disetujui oleh Direktur Urusan Ekonomi Hindia Belanda, yang kemudian dibentuklah Suaka Margasatwa Kutai Timur.
Pandji juga menceritakan tentang Sultan Kutai ke-20, Sultan Aji Muhammad Parikesit, yang menghibahkan tanah hutan Kerajaan Kutai untuk dijadikan Suaka Margasatwa Kutai Timur seluas 300.000 hektar merupakan peran penting dalam pembentukan Suaka Margasatwa Kutai Timur.
Asal mula nama Kutai yang ternyata merupakan kombinasi dari kata “tupai”, “petai”, “pantai”, dan “kumpai/alang-alang” yang dijelaskan oleh Muhammad Sarip, yang menyampaikan tentang Literasi Sejarah Kutai.
Para narasumber diantaranya adalah mantan kepala balai Taman Nasional Kutai, yaitu Tandya Tjahjana, Asep Sugiharta, dan Erli Sukrismanto bergantian bercerita tentang pengalamannya dalam mengelola Taman Nasional Kutai, mulai dari karakteristik hingga permasalahan yang terdapat di Taman Nasional Kutai.
Salah satu narasumber yaitu Erly Sukrismanto menceritakan permasalahan yang dihadapi saat menjabat sebagai Kepala Balai Taman Nasional Kutai. Ia menjelaskan bahwa pada saat ditugaskan untuk memimpin TN Kutai, kepala balai sebelumnya yaitu Asep Sugiharta menyampaikan permasalahan perambahan atau pendudukan secara illegal di Kawasan konservasi yang sangat pelik. “70.000 penduduk atau separuh dari penduduk Kaltim tinggal di Kawasan taman nasional. Persoalan ini sangat berat. Karena ini persoalan hukum, maka saya menghadap pak Raffles Pandjaitan meminta agar masalah TN Kutai menjadi masalah nasional karena tidak cukup ditangani oleh kepala balai. Saya berterima kasih kepada pak Asep Sugiarta karena telah dengan beraninya memberangus sekitar 45 saw mill yang berada di Kawasan TN Kutai. Masalah TN Kutai digabungkan dengan masalah perambahan lain di TN Gn Leuser dan TN Gn Halimuan Salak. Ada beberapa persoalan yang selesai, namun ada juga yang masih belum selesai.” Papar Erly.
Selain menyelesaian masalah, Erly Sukrismanto juga memaparkan kegiatan-kegiatan yang ia inisiasi untuk memajukan Taman Nasional Kutai di bawah kepemimpinanya antara lain dengan melakukan revitalisasi Saka Wana Bakti yang ternyata disambut sangat baik oleh generasi muda, tidak saja yang berada di Bontang namun juga dari Banjarbaru. “Masyarakat dan anak-anak muda di Kaltim merupakan SDM yang potensial. Terbukti, Saka Wana Bhakti yang ia aktifkan lagi dapat menjadi juara pada Pertiwana,” tuturnya. Program lain yang ia inisiasi adalah menjadikan TN Kutai dan TN Khao Yai di Thailand sebagai Sister Park, melakukan ekspedisi di dalam Kawasan taman nasional selama 21 hari dari selatan ke utara yang menjadi cikal bakal zonasi . melakukan kerjasama dengan Indianapolis Zoo untuk membuat habitat ideal bagi orangutan seluas 100 hektar di prevab.
Salah satu usulan menarik dari peserta HKAN 2020,Zulkarnain (perwakilan pemuda yang menjadi utusan dari Balai TN Bentarum) adalah agar ada Kawasan konservasi yang menghubungkan TN Betung Kerihun dan TN Kayan Mentarang yang direspon baik oleh Asep Sugiharta. “Penambahan Kawasan konservasi ini sangat dimungkinkan, karena di area tersebut memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi, namun harus diusulkan secara bottom up melalui propinsi. Pilihan Kawasan konservasi apakah akan sebagai Taman Buru, Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Wisata Alam atau Cagar Alam. Usulan tersebut nantinya akan dikaji oleh KLHK. Namun demikian, harus ada perangkat-perangkat lain yang harus disiapkan untuk pengembangannya.”
 
Selamat Hari Konservasi Alam Nasional 2020!
 
Sumber berita: Direktorat PJLHK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Revitalisasi Pecinan Samarinda